Oleh: Solikhan, S.Sos
Pendahuluan
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan berbasis nilai keislaman dan kebangsaan yang telah eksis sejak tahun 1960. Di tengah dinamika zaman yang terus bergulir dengan cepat, mulai dari era revolusi digital, pergeseran nilai sosial, hingga tantangan kebangsaan dan keagamaan, PMII dituntut untuk mampu memosisikan diri secara strategis. Organisasi ini tidak bisa berjalan dengan model lama di era baru. Maka, esai ini akan mengulas posisi, peran, evaluasi, tantangan, serta langkah yang harus ditempuh PMII agar tetap relevan dan progresif di tengah gelombang zaman.
1. Posisioning PMII
PMII menempati posisi strategis sebagai jembatan antara idealisme mahasiswa, nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah, dan semangat kebangsaan. Menurut Tilaar (2002), mahasiswa memiliki peran sebagai moral force dan agent of social change, yang dalam konteks PMII harus dibingkai dengan nilai keislaman yang rahmatan lil ‘alamin dan semangat kebangsaan inklusif.
Di tengah arus radikalisme dan individualisme digital, PMII harus menjadi poros tengah yang mengedepankan Islam moderat. Hal ini sejalan dengan konsep wasathiyah Islam yang digaungkan oleh Asy'ari (2014), bahwa Islam harus hadir sebagai kekuatan moral yang seimbang antara teks dan konteks.
2. Peran PMII
Secara historis, PMII telah mengambil peran dalam transformasi sosial, baik melalui advokasi kebijakan publik, pendampingan masyarakat, maupun gerakan intelektual. Namun, peran tersebut harus ditransformasikan ke dalam konteks digital. Menurut Castells (2010), organisasi yang tidak adaptif terhadap perubahan teknologi akan kehilangan relevansi sosialnya.
PMII perlu memperluas perannya ke ranah literasi digital, kewirausahaan sosial, dan pengembangan kepemimpinan berbasis teknologi. Inilah bentuk aktualisasi tridharma PMII (dzikir, fikir, dan amal shaleh) yang kontekstual.
3. Evaluasi Gerakan PMII
Secara internal, PMII menghadapi tantangan stagnasi wacana, lemahnya konsolidasi antar basis, dan inkonsistensi kaderisasi. Banyak kader yang aktif secara struktural namun pasif secara intelektual. Dalam konteks ini, Freire (2005) menyebut pentingnya conscientization—kesadaran kritis sebagai modal dasar dalam membangun gerakan emansipatoris.
Kaderisasi harus diorientasikan pada penguatan kapasitas intelektual dan moral. Pengkaderan tidak boleh berhenti pada tahapan formalitas, melainkan harus menjadi proses pembentukan karakter dan visi kebangsaan yang kuat.
4. Tantangan PMII
PMII saat ini menghadapi berbagai tantangan besar:
Disrupsi Teknologi: Dunia telah memasuki era revolusi industri 5.0 yang menekankan kolaborasi antara manusia dan mesin cerdas (Schwab, 2016). PMII harus hadir sebagai aktor digital yang produktif.
Degradasi Moral dan Polarisasi Politik: PMII dituntut untuk menjaga independensi moral di tengah kontestasi politik yang tajam dan sering kali memecah belah.
Krisis Relevansi Gerakan: Jika PMII tidak mampu beradaptasi dengan cara berpikir dan bertindak generasi Z, maka akan tergilas oleh waktu (Naisbitt, 1982).
Kemandirian Organisasi: Ketergantungan terhadap bantuan eksternal membuat gerakan rentan terhadap kepentingan politik jangka pendek.
5. Langkah yang Harus Dikerjakan
Agar mampu menjawab tantangan zaman, PMII perlu melakukan beberapa langkah strategis:
Reorientasi Gerakan: PMII harus menyusun kembali arah gerakan berbasis riset dan kebutuhan zaman (need-based movement).
Digitalisasi Gerakan dan Kaderisasi: Membangun platform digital untuk pelatihan, diskusi, dan pengembangan kader berbasis teknologi informasi.
Inkubasi Kader Profesional: Mendorong kader agar menguasai bidang strategis seperti teknologi, ekonomi digital, pendidikan, dan diplomasi kebudayaan.
Kemandirian Finansial: Mengembangkan koperasi, usaha kader, dan jejaring alumni sebagai pilar ekonomi organisasi.
Kolaborasi Multisektor: Membangun sinergi dengan NGO, lembaga pendidikan, dan pelaku industri untuk memperkuat daya dorong gerakan.
Penutup
PMII hari ini berada di persimpangan penting: antara regenerasi atau stagnasi, antara inovasi atau nostalgia. Gelombang zaman memang kencang, tapi kapal yang kuat dan nakhoda yang cerdas akan mampu menembus badai. Dengan memperkuat kesadaran ideologis, memperbarui strategi gerakan, dan memperluas medan juang, PMII bukan hanya bisa bertahan, tetapi juga memimpin perubahan zaman dengan penuh martabat dan visi keummatan.
Salam Pergerakan!!!
Selamat Harlah PMII Ke-65
Dzikir, Fikir, Amal Sholeh
---
Daftar Pustaka
- Asy'ari, S. (2014). Islam Wasathiyah dan Tantangan Radikalisme. Yogyakarta: Pilar Media.
- Castells, M. (2010). The Rise of the Network Society (2nd ed.). Wiley-Blackwell.
- Freire, P. (2005). Pedagogy of the Oppressed. New York: Continuum.
- Naisbitt, J. (1982). Megatrends: Ten New Directions Transforming Our Lives. Warner Books.
- Schwab, K. (2016). The Fourth Industrial Revolution. World Economic Forum.
- Tilaar, H. A. R. (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Intelektual di PMII kita akui kritis dan jos jos. Garapan kita adalah moral force yg perlu di tingkatkan kembali sehingga PMII juga tampil dengan wajah wajah yang bisa juga diterima oleh anak anak diluar pergiruan tinggi umum seperti ugm ui undip, bukanhanya saja di UIN lain atau stai
BalasHapusTerima kasih Tanggapanya kang, menjadi masukan baik akan kami sampaikan kepada adik-adik yang masih berproses
Hapus