Oleh: Solikhan, S.Sos
Mahasiswa tidak hanya menjadi pelopor perubahan, tetapi juga penjaga nilai-nilai kebangsaan yang menjadi fondasi Indonesia. Sebagai "ruh" berbangsa dan bernegara, gerakan mahasiswa mengemban tugas mulia: mengingatkan kembali cita-cita kemerdekaan dan memastikan kekuasaan tidak melenceng dari prinsip keadilan. Dalam perjalanannya, para tokoh gerakan mahasiswa dari masa ke masa telah memberikan pandangan visioner yang relevan hingga hari ini. Berikut refleksi peran mahasiswa sebagai jiwa bangsa, disertai kutipan inspiratif dari para tokoh.
---
Gerakan Mahasiswa dalam Lintasan Sejarah: Dari Pergerakan hingga Reformasi
Sejarah Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kontribusi mahasiswa. Sejak era kolonial, mahasiswa menjadi penggerak kesadaran nasional. Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa tahun 1960-an, pernah menulis:
Pernyataan ini menggambarkan semangat perlawanan mahasiswa terhadap ketidakadilan. Pada 1966, gerakan mahasiswa dengan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) berhasil mengakhiri Orde Lama. Tahun 1998, mahasiswa kembali menjadi ujung tombak Reformasi. Aktivis 1998 seperti Budiman Sudjatmiko, yang kini menjadi politisi, pernah menyatakan:
“Gerakan mahasiswa adalah suara yang tidak bisa dikuburkan. Mereka adalah matahari yang selalu terbit ketika kegelapan mencoba menguasai.”
---
Mengapa Mahasiswa Disebut "Ruh" Bangsa?
1. Intelektualitas dan Integritas Moral
Mahasiswa, sebagai kaum terdidik, memiliki tanggung jawab untuk berpikir kritis. Menurut Azyumardi Azra, cendekiawan dan mantan rektor UIN Jakarta:
“Gerakan mahasiswa harus berbasis ilmu, bukan emosi. Mereka adalah intelektual organik yang menghubungkan kampus dengan realitas sosial.”
Kemampuan analitis ini membuat mahasiswa mampu mengidentifikasi kebijakan yang kontraproduktif. Contohnya, tuntutan transparansi anggaran pendidikan atau penolakan terhadap UU yang dinilai merugikan rakyat.
2. Penjaga Pancasila dan NKRI
Di tengah ancaman disintegrasi dan radikalisme yang menggerogoti sendi-sendi kebangsaan, mahasiswa memiliki tanggung jawab historis sebagai penjaga persatuan dan penegak nilai kebangsaan. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), 'Tidak penting apapun agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah tanya apa agamamu.' Semangat inklusif dan kebhinekaan inilah yang semestinya ditanamkan dalam diri setiap mahasiswa, menjadikan mereka benteng terakhir yang menolak kekerasan identitas dan memperkuat semangat kebangsaan. Di tengah riuhnya kepentingan politik dan ideologi yang saling berebut ruang, mahasiswa harus menjadi kompas moral yang tetap menunjuk pada arah persatuan Indonesia. Pernyataan ini relevan dengan gerakan mahasiswa yang menolak kelompok intoleran dan mempertahankan kebhinnekaan.
3. Agen Perubahan Sistemik
Gerakan mahasiswa tidak hanya berhenti pada aksi turun ke jalan. Mereka mendorong perubahan struktural melalui advokasi kebijakan. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI, yang pernah aktif di gerakan mahasiswa 1998, menyatakan: “Semangat kritis mahasiswa harus diarahkan pada solusi. Mereka adalah energi untuk membangun sistem yang lebih baik, bukan sekadar meruntuhkan.”
---
Tantangan Gerakan Mahasiswa di Era Digital
Di tengah derasnya arus informasi, gerakan mahasiswa menghadapi tantangan baru: banjir hoaks, krisis literasi, dan jebakan aktivisme instan. Jika dulu mahasiswa turun ke jalan melawan tirani, hari ini kita ditantang melawan disinformasi dan kooptasi digital.
Media sosial bukan lagi sekadar ruang ekspresi, tapi medan perjuangan ide. Namun banyak gerakan terjebak pada popularitas semu, kehilangan substansi dan arah. Seperti kata KH. Hasyim Asy’ari, “Diam terhadap kebatilan berarti menyetujui kebatilan itu.” Maka mahasiswa harus bersuara, bukan hanya lantang, tapi juga cerdas dan berakhlak."
Era digital bukan penghalang, melainkan panggung baru untuk melanjutkan perjuangan. Mahasiswa harus hadir sebagai penjaga nurani bangsa, dengan gagasan yang tajam dan hati yang jernih.
---
Refleksi Tokoh: Apa yang Harus Diperbaiki?
Para tokoh gerakan mahasiswa sepakat bahwa regenerasi dan kolaborasi adalah kunci. Rocky Gerung, filsuf dan pengamat politik, mengkritik:
“Gerakan mahasiswa jangan terjebak romantisme masa lalu. Mereka harus membaca zaman: isu lingkungan, digitalisasi, dan ketimpangan global adalah medan perjuangan baru.”
Sementara itu, mantan ketua BEM UI tahun 1998, Faisal Basri, menekankan pentingnya inklusivitas:
“Gerakan mahasiswa harus membuka ruang dialog dengan semua pihak, termasuk pemerintah. Perubahan tidak bisa dicapai hanya dengan konfrontasi.”
---
Masa Depan Gerakan: Menjadi Ruh yang Mencerahkan
Sebagai “ruh” bangsa, mahasiswa harus terus menjadi sumber inspirasi. Mereka perlu mengawal isu-isu strategis seperti:
- Pemberantasan korupsi melalui penguatan KPK dan transparansi anggaran.
- Keadilan iklim dengan mendorong kebijakan ramah lingkungan.
- Pemerataan pendidikan sebagai alat mobilitas sosial.
Seperti diingatkan oleh Munir, pejuang HAM legendaris:
“Perjuangan mahasiswa adalah perjuangan melawan lupa. Selama ketidakadilan ada, mahasiswa harus menjadi pengingat bahwa bangsa ini punya harga diri.”
---
Penutup: Api yang Tak Boleh Padam
Gerakan mahasiswa adalah nyala api yang menjaga semangat berbangsa tetap hidup. Dari Soe Hok Gie hingga aktivis hari ini, semangat mereka mengajarkan bahwa mahasiswa bukan hanya “agen perubahan”, tetapi juga ruh yang memastikan Indonesia tidak kehilangan jati dirinya. Seperti dikatakan penyair W.S. Rendra:
“Mahasiswa adalah kekuatan moral. Jika mereka diam, bangsa ini akan kehilangan suara kebenarannya.”
Maka, selama masih ada ketimpangan dan penindasan, gerakan mahasiswa harus tetap bergerak menjadi suara yang membangunkan nurani bangsa dari tidur panjangnya.
Komentar
Posting Komentar