Agama dan Budaya: Dua Sahabat Lama
Agama Islam itu bukan budaya, tapi Islam bisa hidup di dalam budaya.
ASWAJA memahami bahwa Islam diturunkan untuk seluruh umat manusia, dengan beragam suku, adat, dan bahasa. Maka wajar kalau cara Islam tampil di Indonesia beda dengan di Arab, Afrika, atau Eropa.
> KH. Hasyim Asy‘ari:
"Agama dan kebudayaan bisa saling memperkuat, selama budaya itu tidak bertentangan dengan prinsip Islam."
---
Ilustrasi Ringan: Sarung, Peci, dan Kopiah
Coba tanya ke orang luar negeri: "Pakaian Islami itu kayak apa?"
Mungkin jawabannya jubah, gamis, atau keffiyeh.
Tapi kalau di Indonesia? Sarung, peci, dan batik malah jadi simbol kesantrian!
> Apakah sarung itu ajaran Islam? Bukan.
Tapi tidak melanggar syariat, dan malah jadi identitas muslim Indonesia.
ASWAJA melihat ini sebagai bagian dari proses Islamisasi budaya, bukan pembudayaan Islam secara dangkal.
---
Tradisi yang Diterima dalam Islam
ASWAJA menggunakan prinsip:
> "Al-‘ādah muḥakkamah" — Kebiasaan bisa menjadi hukum selama tidak bertentangan dengan syariat.
Contoh tradisi lokal yang dirangkul ASWAJA:
Tahlilan: Tradisi doa bersama untuk almarhum, sebagai bentuk empati sosial.
Maulid Nabi: Perayaan kelahiran Nabi sebagai bentuk cinta dan syiar.
Selametan: Tradisi mendoakan keselamatan dengan makan bersama.
Ziarah Kubur: Tradisi mengunjungi makam orang saleh, mengingat mati dan meneladani kebaikannya.
> Imam al-Ghazālī dalam Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn menyebut:
"Ziarah kubur dapat melembutkan hati, mengingatkan akhirat, dan menumbuhkan semangat ibadah."
---
Tradisi yang Ditolak: Kalau Bertentangan dengan Syariat
ASWAJA tegas menolak budaya yang:
Mengandung syirik atau kemusyrikan
Bertentangan dengan akidah Islam
Menyakiti diri atau orang lain
Membuat umat jadi malas berpikir atau taqlid buta
Contoh:
Sedekah laut dengan sesaji ke penunggu laut → Ditolak
Menebar bunga ke makam sambil minta rezeki ke arwah → Dilarang
Pesta adat yang penuh khamr, judi, atau aurat terbuka → Haram
---
Kutipan Ulama ASWAJA dan NU
> KH. Said Aqil Siraj:
"Islam datang bukan untuk menggusur budaya, tapi menyaringnya. Mana yang bertentangan dengan tauhid ditolak, tapi yang baik dilestarikan."
> Gus Dur:
"Islam itu bukan Arab. Maka jangan paksakan semua harus pakai cara Arab. Yang penting substansinya: tauhid, akhlak, ibadah."
---
Kisah: Kiai dan Barongan
Di sebuah desa, warga ingin menghapus tradisi barongan karena dianggap haram. Tapi Kiai kampung bilang:
> "Barongan itu seni rakyat. Selama tidak ada syirik, minuman keras, atau aurat terbuka, malah bisa dijadikan sarana dakwah. Ganti musiknya dengan sholawatan, isi narasinya dengan kisah nabi. Jadi dakwah budaya!"
Akhirnya barongan tetap jalan, tapi diisi nilai-nilai Islam. Anak muda tetap senang, kiai tetap tenang, dan Islam tetap terang.
---
ASWAJA dan Islam Nusantara
ASWAJA adalah roh dari Islam Nusantara, yaitu Islam yang:
Berakidah lurus
Bertasawuf moderat
Menghormati adat dan budaya lokal
Ramah, bukan marah
Merangkul, bukan memukul
> KH. Mustofa Bisri (Gus Mus):
"Jangan bawa Islam seperti membawa pedang. Bawalah seperti membawa pelita."
---
Penutup Bab
Islam dan budaya bisa berjalan beriringan, seperti kuda dan penunggangnya.
ASWAJA memastikan bahwa yang jadi penunggang adalah syariat, bukan sebaliknya.
> "Melestarikan tradisi yang Islami bukan berarti meng-Islamkan semua tradisi."
Tapi menempatkan Islam sebagai penyaring dan penuntun budaya, bukan sebagai musuhnya.
Komentar
Posting Komentar