Tauhid: Mengenal Allah, Bukan Sekadar Hafalan
Tauhid itu pondasi. Bagi ASWAJA, tauhid bukan cuma slogan di spanduk, tapi ilmu yang harus dipahami dan diyakini. Para ulama kita membagi tauhid menjadi tiga bagian:
1. Tauhid Rubūbiyyah (توحيد الربوبية) – meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam semesta.
2. Tauhid Ulūhiyyah (توحيد الألوهية) – meyakini hanya Allah yang berhak disembah, bukan yang lain.
3. Tauhid Asmā’ wa Ṣifāt (توحيد الأسماء والصفات) – meyakini nama dan sifat Allah seperti yang disebut dalam al-Qur’an dan Hadis, tanpa menyerupakan (تشبيه), meniadakan (تعطيل), membayangkan (تكييف), dan menyimpangkan makna (تحريف).
Firman Allah:
> لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Laisa kamitslihi syai’un wa huwa as-samī‘ul bashīr."
(QS. Asy-Syūrā: 11)
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
---
Rukun Iman: Bukan Sekadar Enam Kotak Hafalan
Rukun iman enam, kita semua hafal. Tapi buat ASWAJA, iman itu bukan hanya hafalan, tapi keyakinan yang hidup.
Menurut ASWAJA:
> الإيمان قولٌ باللسان، وتصديقٌ بالقلب، وعملٌ بالأركان
“Iman adalah pengakuan dengan lisan, pembenaran dalam hati, dan amal dengan anggota badan.”
Dan yang menarik: iman bisa naik dan turun. Naik dengan ketaatan, turun karena maksiat. Jadi jangan tenang-tenang aja kalau ngaku "saya sudah beriman", tapi salat bolong-bolong dan akhlak minus.
---
Sifat Wajib, Mustahil, dan Jaiz bagi Allah
Kitab-kitab tauhid klasik ASWAJA seperti al-Jawāhir al-Kalāmiyyah dan Matn Sanūsiyyah menyebutkan bahwa Allah memiliki 20 sifat wajib yang wajib diketahui dan diyakini.
Contohnya:
الوجود (al-Wujūd): Allah itu ada.
القدم (al-Qidam): Allah tidak berpermulaan.
البقاء (al-Baqā’): Allah kekal.
مخالفة للحوادث (Mukhalafatu lil-ḥawādits): Allah tidak menyerupai makhluk.
Hal ini untuk menegaskan bahwa Allah itu transenden—bukan bagian dari alam, bukan “superman”, dan tidak bisa dibayangkan.
---
Sifat Wajib bagi Rasul: Manusia Terpilih, Bukan Orang Biasa
Para Rasul adalah manusia pilihan. Mereka memiliki sifat-sifat agung, dan mustahil punya sifat tercela.
Sifat wajib bagi Rasul:
الصدق (aṣ-Ṣidq): jujur
الأمانة (al-Amānah): terpercaya
التبليغ (at-Tablīgh): menyampaikan wahyu
الفطانة (al-Faṭānah): cerdas
Sifat mustahil bagi Rasul:
الكذب (al-Kadżib): dusta
الخيانة (al-Khiyānah): khianat
الكتمان (al-Kitmān): menyembunyikan wahyu
البلادة (al-Balādah): bodoh
Jadi, kalau kamu masih anggap Rasul itu "manusia biasa seperti kita", itu keliru. Mereka memang manusia, tapi istimewa dalam segala hal.
---
Takdir: Antara Usaha dan Pasrah
Takdir menurut ASWAJA itu imbang: kita diperintahkan berusaha, tapi hasil akhir tetap di tangan Allah.
Imam Abū Ḥanīfah dalam al-Fiqh al-Akbar menjelaskan:
> للعبد كسبٌ واختيار، والله خالق الأفعال كلها
"Manusia memiliki usaha dan pilihan, namun Allah adalah pencipta segala perbuatan."
Jadi, kalau kita gagal, itu bukan semata-mata “takdir”, tapi bisa jadi karena usaha yang belum maksimal. Dan kalau sukses, jangan lupa: itu bukan karena hebatnya kita, tapi karena izin Allah.
---
Penutup Bab
Aqidah ASWAJA itu ilmiah, rasional, dan penuh adab. Kita tidak sekadar percaya, tapi juga mengerti mengapa kita percaya. Dan keyakinan itu dibangun lewat ilmu, bukan prasangka.
Komentar
Posting Komentar