Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2025

Cita-Cita Pendiri Bangsa dan Kontradiksi Politik Hari Ini

Oleh: Solikhan Pendahuluan Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 bukanlah buah kebetulan sejarah, melainkan hasil dari perjuangan panjang dan idealisme luhur para pendiri bangsa. Cita-cita mereka terangkum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang memuat semangat untuk membentuk suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Namun, setelah hampir delapan dekade merdeka, demokrasi politik Indonesia justru memperlihatkan wajah yang sering kali bertentangan dengan cita-cita mulia tersebut. Cita-Cita Pendiri Bangsa: Negara Keadilan dan Kesejahteraan Soekarno, dalam pidato "Lahirnya Pancasila" (1 Juni 1945), menekankan pentingnya persatuan, keadilan sosial, dan kedaulatan rakyat. Ia mengatakan, “Dasar negara, yaitu kebangsaan Indonesia, bukan kebangsaan yang sempit, tetapi kebangsaan yang merdeka, kuat, dan demokratis.” Sementara itu, Mohammad Hatta mengingatkan bahwa kemerdekaan bukanlah akhir, tetapi sarana untuk menciptakan keadilan sosial. Cita-cita terse...

BAB 10: RELEVANSI ASWAJA DI ZAMAN MODERN

ASWAJA, Jalan Tengah di Tengah Gempuran Zaman Zaman sekarang bukan hanya era teknologi, tapi juga era kebingungan. Hoaks berseliweran, paham-paham radikal berkedok dalil, dan sebagian orang muda kehilangan arah antara ekstrem kanan yang kaku dan ekstrem kiri yang lepas kendali. ASWAJA hadir sebagai penuntun jalan tengah. Bukan jalan kompromi, tapi jalan keseimbangan antara teks dan konteks, antara dalil dan realitas. > Gus Dur: "Menjadi muslim yang baik tidak harus menjadi orang Arab. Jadilah dirimu sendiri, dengan keindonesiaan dan keislaman yang bersatu." --- ASWAJA: Bukan Nostalgia, Tapi Arah Masa Depan ASWAJA bukan hanya milik masa lalu, bukan sekadar sejarah ulama. Tapi konsep hidup yang masih sangat relevan untuk menjawab tantangan zaman: Toleransi antarumat beragama Moderasi beragama Perlawanan terhadap radikalisme Pemberdayaan perempuan dan anak muda Adaptasi teknologi tanpa kehilangan nilai --- Pesan untuk Generasi Muda, Mahasiswa, dan Aktivis NU 1. Untuk IPNU ...

BAB 9: CINTA TANAH AIR DALAM PERSPEKTIF ASWAJA

Cinta Tanah Air Itu Iman Kita sering dengar ungkapan: > "Hubbul wathan minal iman" — Cinta tanah air adalah bagian dari iman. Meski hadis ini tidak sahih secara sanad, maknanya sangat sahih secara substansi. Karena menjaga tanah air adalah bagian dari menjaga kemaslahatan umat. > KH. Hasyim Asy‘ari dalam Risalah Ahlussunnah wal Jama‘ah: "Membela tanah air dari penjajahan adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim yang mampu." --- Ilustrasi Ringan: Bendera vs Sajadah Pernah nggak dengar yang bilang: > "Nggak usah hormat bendera, itu syirik!" Padahal... dia sendiri pakai sajadah yang ada gambar Ka‘bah, dan gak pernah dibilang syirik. Lah, kenapa bendera malah dituduh? Hormat bendera bukan menyembah! Itu simbol cinta dan penghormatan kepada tanah air, bukan ibadah. --- ASWAJA: Nasionalis Religius, Religius Nasionalis ASWAJA tidak melihat nasionalisme sebagai musuh agama. Justru sebaliknya: Cinta tanah air menjadi bagian dari pengamalan agama dalam konteks...

BAB 8: SIKAP ASWAJA TERHADAP TRADISI DAN BUDAYA LOKAL

Agama dan Budaya: Dua Sahabat Lama Agama Islam itu bukan budaya, tapi Islam bisa hidup di dalam budaya. ASWAJA memahami bahwa Islam diturunkan untuk seluruh umat manusia, dengan beragam suku, adat, dan bahasa. Maka wajar kalau cara Islam tampil di Indonesia beda dengan di Arab, Afrika, atau Eropa. > KH. Hasyim Asy‘ari: "Agama dan kebudayaan bisa saling memperkuat, selama budaya itu tidak bertentangan dengan prinsip Islam." --- Ilustrasi Ringan: Sarung, Peci, dan Kopiah Coba tanya ke orang luar negeri: "Pakaian Islami itu kayak apa?" Mungkin jawabannya jubah, gamis, atau keffiyeh. Tapi kalau di Indonesia? Sarung, peci, dan batik malah jadi simbol kesantrian! > Apakah sarung itu ajaran Islam? Bukan. Tapi tidak melanggar syariat, dan malah jadi identitas muslim Indonesia. ASWAJA melihat ini sebagai bagian dari proses Islamisasi budaya, bukan pembudayaan Islam secara dangkal. --- Tradisi yang Diterima dalam Islam ASWAJA menggunakan prinsip: > "Al-‘ādah muḥ...

BAB 7: MENGENAL SYIRIK, BID‘AH, DAN KHURAFAT MENURUT ASWAJA

Bingung Bedain Syirik, Bid‘ah, dan Khurafat? Pernah denger orang bilang begini? > "Tahlilan itu bid‘ah!" "Ziarah kubur syirik!" "Kalo sakit terus datang ke kiai, itu khurafat!" Padahal belum tentu benar. Banyak yang asal tuduh karena nggak ngerti ilmunya. --- Ilustrasi Ringan: Tukang Parkir vs Tukang Vonis Bayangin gini: > Ada tukang parkir di masjid yang baru ngaji sebulan. Tiap ada orang baca doa di makam wali, langsung dia bilang, “SYIRIK NIH!” Padahal… si tukang parkir tadi belum pernah baca kitab Tafsīr Jalālayn, apalagi al-Ibānah karya Imam al-Asy‘arī. Nah loh? Vonis syirik itu urusan besar! Nggak bisa asal tuduh! > Imam al-Ghazālī: "Mengafirkan atau menuduh orang lain syirik adalah tindakan berbahaya. Lebih baik salah tidak mengkafirkan, daripada salah menuduh." --- SYIRIK: Menyamakan Makhluk dengan Allah Syirik (الشِّرْك) artinya menyekutukan Allah, alias memberi kepada makhluk sesuatu yang hanya layak bagi Allah. Contohnya: Meny...

BAB 6: AKAL DAN WAHYU DALAM PANDANGAN ASWAJA

Akal: Anugerah atau Musuh Iman? Sebagian orang bilang, “Kalau sudah dalil, jangan pakai logika!” Ada juga yang bilang, “Islam itu logis. Kalau nggak logis, tolak!” Lho? Dua-duanya bisa berbahaya kalau dibawa ke ekstrem. ASWAJA hadir bukan untuk menolak akal, tapi menempatkannya secara proporsional . Imam al-Ghazālī: "Akal adalah landasan pertama dalam agama. Dengan akal, kita bisa memahami wahyu dan membedakan yang benar dan batil." (al-Munqidz min al-Ḍalāl) Akal dan Wahyu: Bukan Lawan, Tapi Kawan ASWAJA—khususnya mazhab Asy‘arīyah dan Māturīdīyah—mengajarkan bahwa akal dan wahyu saling melengkapi : Wahyu adalah sumber kebenaran tertinggi Akal adalah alat untuk memahaminya Kalau keduanya bentrok? Maka tafsir manusialah yang harus ditinjau ulang, bukan ditolak mentah-mentah. Imam Abu al-Hasan al-Asy‘arī menyatakan: "Kita wajib mengikuti nash (wahyu), tapi juga menggunakan akal untuk memahaminya secara tepat." Dalil Aqli dan Dalil Naqli ASWAJA...

BAB 5: SIAPA YANG AHLUSSUNNAH, SIAPA YANG BUKAN?

Ahlussunnah Bukan Sekadar Label Di zaman sekarang, banyak yang mengklaim “paling sunnah”. Tapi seperti kata orang bijak, "Semua orang bisa ngaku santri, tapi gak semua ngerti isi kitab kuning." Ada yang mengaku Ahlussunnah tapi isi dakwahnya keras, kaku, suka mengkafirkan, bahkan anti tradisi ulama. Nah, di sinilah pentingnya mengenal siapa sebenarnya Ahlussunnah wal Jama‘ah (ASWAJA). > Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid): "Ahlussunnah itu bukan cuma benar secara teologis, tapi juga toleran secara sosial. Kalau kamu benar tapi bikin gaduh, itu bukan Sunnah!" --- Tiga Pilar Ahlussunnah Wal Jama‘ah Menurut para ulama, Ahlussunnah itu punya tiga pilar utama: 1. Aqidah: mengikuti Imam al-Asy‘arī atau Imam al-Māturīdī 2. Fiqih: mengikuti salah satu dari empat mazhab fiqih (Syāfi‘ī, Ḥanafī, Mālikī, Ḥanbalī) 3. Tasawuf: mengikuti jalan ruhani para sufi muktabar, seperti Imam al-Ghazālī dan Imam al-Junayd > Imam Nawawī (w. 676 H): "Mayoritas ulama dari Syafi‘i, Malik...

BAB 4: DUA PILAR AQIDAH ASWAJA — IMAM AL-ASY‘ARĪ & IMAM AL-MĀTURĪDĪ

Kenapa Harus Kenal Mereka? Bayangin kamu naik kapal besar menuju keselamatan. Tapi kalau kamu gak tahu siapa nakhodanya, bisa-bisa nyasar ke pulau ideologi ngawur. Nah, dua imam inilah nakhoda utama aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah: Imam Abū al-Ḥasan al-Asy‘arī dan Imam Abū Manṣūr al-Māturīdī. > KH. Ali Mustafa Yaqub: "Kalau bukan karena jasa Imam Asy‘arī dan Māturīdī, mungkin sekarang umat Islam sudah tenggelam dalam lautan filsafat atau khurafat." --- 1. IMAM ABU AL-HASAN AL-ASY‘ARĪ (873–936 M) Sekilas Sejarah Pemikirannya Imam Asy‘arī berasal dari keluarga ilmuwan besar. Awalnya, ia adalah murid setia al-Jubbā’ī, tokoh besar Mu’tazilah. Selama 40 tahun, ia menganut paham rasionalis ekstrem. Namun, setelah krisis intelektual dan kegelisahan spiritual, ia meninggalkan Mu’tazilah dan menyatakan tobat di Masjid Bashrah. > قال الإمام الأشعري: "تبرأت من كل مذهب يخالف السنة والجماعة." "Aku berlepas diri dari semua mazhab yang menyelisihi Sunnah dan Jama‘ah....

BAB 3: JALUR ASWAJA — FIKIH, AQIDAH, DAN TASAWWUF

ASWAJA: Tiga Jalur Satu Tujuan ASWAJA ibarat tripod kokoh. Ia berdiri di atas tiga pilar utama: 1. Aqidah (العقيدة) – keyakinan kepada Allah dan segala yang wajib diyakini 2. Fikih (الفقه) – aturan ibadah dan muamalah 3. Tasawuf (التصوف) – penyucian jiwa dan akhlak > قال الإمام الغزالي: "الطريق إلى الله تعالى لا يمكن أن يُسلك إلا بعلم وعمل وحال." "Jalan menuju Allah tidak bisa ditempuh kecuali dengan ilmu, amal, dan keadaan (spiritualitas)." (Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn) 1. Aqidah: Jalan Keyakinan yang Kokoh Aqidah dalam ASWAJA dipandu oleh dua imam agung: Imam Abū al-Ḥasan al-Asy‘arī (الأشعري) Imam Abū Manṣūr al-Māturīdī (الماتريدي) Mereka menyatukan dalil naqli dan aqli, menghadapi ekstremisme dalam teologi, dan membela kemurnian Islam. > قال الإمام النووي: "مذهب أهل الحق أن أفعال العباد مخلوقة لله تعالى، وهي كسبٌ لهم." "Mazhab yang benar adalah bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh Allah, namun tetap merupakan usaha (ikhtiar) mereka." (Syarḥ Ṣa...

BAB 2: DASAR-DASAR AQIDAH ASWAJA

Tauhid: Mengenal Allah, Bukan Sekadar Hafalan Tauhid itu pondasi. Bagi ASWAJA, tauhid bukan cuma slogan di spanduk, tapi ilmu yang harus dipahami dan diyakini. Para ulama kita membagi tauhid menjadi tiga bagian: 1. Tauhid Rubūbiyyah (توحيد الربوبية) – meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam semesta. 2. Tauhid Ulūhiyyah (توحيد الألوهية) – meyakini hanya Allah yang berhak disembah, bukan yang lain. 3. Tauhid Asmā’ wa Ṣifāt (توحيد الأسماء والصفات) – meyakini nama dan sifat Allah seperti yang disebut dalam al-Qur’an dan Hadis, tanpa menyerupakan (تشبيه), meniadakan (تعطيل), membayangkan (تكييف), dan menyimpangkan makna (تحريف). Firman Allah: > لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ "Laisa kamitslihi syai’un wa huwa as-samī‘ul bashīr." (QS. Asy-Syūrā: 11) “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” --- Rukun Iman: Bukan Sekadar Enam Kotak Hafalan Rukun iman enam, kita semua hafal. ...

BAB 1: ASWAJA ITU APA SIH?

ASWAJA: Singkatan Bukan Sekadar Label Kamu pasti pernah denger istilah “ASWAJA”—entah dari guru ngaji, pesantren, atau saat scroll medsos. Tapi sebenarnya, ASWAJA itu bukan sekadar label keren buat branding keislaman, lho. ASWAJA adalah singkatan dari Ahlussunnah wal Jama’ah, yang secara harfiah berarti “pengikut sunnah Nabi dan kebersamaan (jama’ah)”. Maksudnya: kelompok umat Islam yang berpegang teguh pada ajaran Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan jalan para ulama setelahnya. Imam Abu al-Muzhaffar al-Sam’ani (w. 489 H) dalam al-Intiṣār li Ahl al-Ḥadīṡ menegaskan bahwa: > "Setiap orang yang berpegang pada hadits Nabi, dan hidup di atas jalan sahabat, dia adalah bagian dari Ahlussunnah wal Jama’ah." Artinya, jadi ASWAJA itu bukan soal atribut, tapi soal manhaj (jalan berpikir dan bersikap). --- Ahlussunnah wal Jama’ah: Nama Keren Umat Tengah Salah satu ciri utama ASWAJA adalah moderat. Nggak nyeleneh kanan, nggak ngaco kiri. Dalam istilah ilmiahnya: tawasuth (pertengahan...

PMII di Tengah Gelombang Zaman

Oleh: Solikhan, S.Sos Pendahuluan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan berbasis nilai keislaman dan kebangsaan yang telah eksis sejak tahun 1960. Di tengah dinamika zaman yang terus bergulir dengan cepat, mulai dari era revolusi digital, pergeseran nilai sosial, hingga tantangan kebangsaan dan keagamaan, PMII dituntut untuk mampu memosisikan diri secara strategis. Organisasi ini tidak bisa berjalan dengan model lama di era baru. Maka, esai ini akan mengulas posisi, peran, evaluasi, tantangan, serta langkah yang harus ditempuh PMII agar tetap relevan dan progresif di tengah gelombang zaman. 1. Posisioning PMII PMII menempati posisi strategis sebagai jembatan antara idealisme mahasiswa, nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah, dan semangat kebangsaan. Menurut Tilaar (2002), mahasiswa memiliki peran sebagai moral force dan agent of social change, yang dalam konteks PMII harus dibingkai dengan nilai keislaman yang rahmatan lil ‘alamin d...

Gerakan Mahasiswa sebagai Ruh Berbangsa dan Bernegara

Oleh: Solikhan, S.Sos  Mahasiswa tidak hanya menjadi pelopor perubahan, tetapi juga penjaga nilai-nilai kebangsaan yang menjadi fondasi Indonesia. Sebagai "ruh" berbangsa dan bernegara, gerakan mahasiswa mengemban tugas mulia: mengingatkan kembali cita-cita kemerdekaan dan memastikan kekuasaan tidak melenceng dari prinsip keadilan. Dalam perjalanannya, para tokoh gerakan mahasiswa dari masa ke masa telah memberikan pandangan visioner yang relevan hingga hari ini. Berikut refleksi peran mahasiswa sebagai jiwa bangsa, disertai kutipan inspiratif dari para tokoh.   --- Gerakan Mahasiswa dalam Lintasan Sejarah: Dari Pergerakan hingga Reformasi  Sejarah Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kontribusi mahasiswa. Sejak era kolonial, mahasiswa menjadi penggerak kesadaran nasional. Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa tahun 1960-an, pernah menulis:   “Kita adalah manusia manusia yang tidak mau diinjak-injak harga diri kita. Kita adalah manusia-manusia yang lebih suka mati...

Gempuran Money Politik dan Tantangan Bangsa

Oleh: Solikhan, S.Sos Pengantar   Demokrasi di Indonesia, sebagai sistem yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, terus diuji oleh berbagai tantangan. Salah satu persoalan akut yang menggerogoti sendi-sendi demokrasi adalah praktik money politik atau politik uang. Fenomena ini bukan hanya merusak tatanan pemilihan umum yang adil, tetapi juga membawa dampak jangka panjang bagi integritas bangsa. Di tengah gempuran money politik yang semakin masif, bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk menjaga marwah demokrasi dan mewujudkan cita-cita keadilan sosial. Memahami Konsep Money Politik Money politik merujuk pada praktik penggunaan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pilihan politik masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bentuknya beragam, mulai dari pemberian uang, sembako, hingga janji-janji proyek infrastruktur yang bersifat transaksional. Praktik ini sering terjadi menjelang pemilu, pilkada, atau bahkan dalam proses pembuatan kebijakan di ting...