Langsung ke konten utama

Postingan

Banser Sang Penolong: Pasukan Elit yang Terlupakan

Bayangkan ini: sebuah bencana terjadi—banjir merendam rumah warga, jalanan lumpuh, warga kebingungan. Lalu muncul sekelompok orang berseragam cokelat, dengan semangat tinggi dan tangan terbuka lebar membantu mengevakuasi, membagikan logistik, mengevakuasi lansia, bahkan ikut menyalatkan korban yang wafat. Bukan TNI, bukan juga relawan NGO asing. Mereka adalah Banser. Namun ironisnya, meskipun aksi-aksi mereka sering viral di media sosial, di ranah formal keilmuan, Banser masih belum mendapatkan tempat yang layak. Seolah-olah, pasukan ini hanya eksis saat butuh, lalu dilupakan begitu saja setelah keadaan kembali tenang. Siapa Sebenarnya Banser? Banser, atau Barisan Ansor Serbaguna, adalah badan semi-militer dari Gerakan Pemuda Ansor, sebuah organisasi kepemudaan di bawah naungan Nahdlatul Ulama. Sejak berdirinya di tahun 1934-an, Banser telah bertransformasi dari sekadar pengawal ulama dan kegiatan keagamaan menjadi pasukan multitalenta: mulai dari pengamanan acara keagamaan, pengawal N...
Postingan terbaru

Money Politik: Harga Diri yang Dijual Murah

Di balik pesta demokrasi yang meriah dan penuh janji manis, terselip satu praktik kotor yang nyaris menjadi tradisi: money politik. Dalam istilah yang lebih membumi, ini adalah “serangan fajar” – uang atau barang yang disebarkan oleh calon pemimpin kepada masyarakat agar memilihnya dalam pemilihan umum. Ironisnya, banyak masyarakat menerimanya dengan senyum, padahal sesungguhnya itu adalah momen menjual harga diri sekaligus menggadaikan masa depan. Pilkades 2027: Momentum atau Malapetaka? Tahun 2027 mendatang, Jawa Tengah akan menggelar Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di berbagai kabupaten dan kota. Ini akan menjadi momentum demokrasi tingkat akar rumput yang sangat penting—karena kepala desa adalah tokoh kunci dalam pembangunan desa, pelayanan masyarakat, serta pengelolaan dana desa yang besar jumlahnya. Namun, ada kekhawatiran besar bahwa pesta demokrasi ini bisa berubah menjadi pesta money politik. Jika warga masih tergoda menerima uang Rp50.000 atau Rp100.000 untuk mencob...

Cita-Cita Pendiri Bangsa dan Kontradiksi Politik Hari Ini

Oleh: Solikhan Pendahuluan Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 bukanlah buah kebetulan sejarah, melainkan hasil dari perjuangan panjang dan idealisme luhur para pendiri bangsa. Cita-cita mereka terangkum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang memuat semangat untuk membentuk suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Namun, setelah hampir delapan dekade merdeka, demokrasi politik Indonesia justru memperlihatkan wajah yang sering kali bertentangan dengan cita-cita mulia tersebut. Cita-Cita Pendiri Bangsa: Negara Keadilan dan Kesejahteraan Soekarno, dalam pidato "Lahirnya Pancasila" (1 Juni 1945), menekankan pentingnya persatuan, keadilan sosial, dan kedaulatan rakyat. Ia mengatakan, “Dasar negara, yaitu kebangsaan Indonesia, bukan kebangsaan yang sempit, tetapi kebangsaan yang merdeka, kuat, dan demokratis.” Sementara itu, Mohammad Hatta mengingatkan bahwa kemerdekaan bukanlah akhir, tetapi sarana untuk menciptakan keadilan sosial. Cita-cita terse...

BAB 10: RELEVANSI ASWAJA DI ZAMAN MODERN

ASWAJA, Jalan Tengah di Tengah Gempuran Zaman Zaman sekarang bukan hanya era teknologi, tapi juga era kebingungan. Hoaks berseliweran, paham-paham radikal berkedok dalil, dan sebagian orang muda kehilangan arah antara ekstrem kanan yang kaku dan ekstrem kiri yang lepas kendali. ASWAJA hadir sebagai penuntun jalan tengah. Bukan jalan kompromi, tapi jalan keseimbangan antara teks dan konteks, antara dalil dan realitas. > Gus Dur: "Menjadi muslim yang baik tidak harus menjadi orang Arab. Jadilah dirimu sendiri, dengan keindonesiaan dan keislaman yang bersatu." --- ASWAJA: Bukan Nostalgia, Tapi Arah Masa Depan ASWAJA bukan hanya milik masa lalu, bukan sekadar sejarah ulama. Tapi konsep hidup yang masih sangat relevan untuk menjawab tantangan zaman: Toleransi antarumat beragama Moderasi beragama Perlawanan terhadap radikalisme Pemberdayaan perempuan dan anak muda Adaptasi teknologi tanpa kehilangan nilai --- Pesan untuk Generasi Muda, Mahasiswa, dan Aktivis NU 1. Untuk IPNU ...

BAB 9: CINTA TANAH AIR DALAM PERSPEKTIF ASWAJA

Cinta Tanah Air Itu Iman Kita sering dengar ungkapan: > "Hubbul wathan minal iman" — Cinta tanah air adalah bagian dari iman. Meski hadis ini tidak sahih secara sanad, maknanya sangat sahih secara substansi. Karena menjaga tanah air adalah bagian dari menjaga kemaslahatan umat. > KH. Hasyim Asy‘ari dalam Risalah Ahlussunnah wal Jama‘ah: "Membela tanah air dari penjajahan adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim yang mampu." --- Ilustrasi Ringan: Bendera vs Sajadah Pernah nggak dengar yang bilang: > "Nggak usah hormat bendera, itu syirik!" Padahal... dia sendiri pakai sajadah yang ada gambar Ka‘bah, dan gak pernah dibilang syirik. Lah, kenapa bendera malah dituduh? Hormat bendera bukan menyembah! Itu simbol cinta dan penghormatan kepada tanah air, bukan ibadah. --- ASWAJA: Nasionalis Religius, Religius Nasionalis ASWAJA tidak melihat nasionalisme sebagai musuh agama. Justru sebaliknya: Cinta tanah air menjadi bagian dari pengamalan agama dalam konteks...

BAB 8: SIKAP ASWAJA TERHADAP TRADISI DAN BUDAYA LOKAL

Agama dan Budaya: Dua Sahabat Lama Agama Islam itu bukan budaya, tapi Islam bisa hidup di dalam budaya. ASWAJA memahami bahwa Islam diturunkan untuk seluruh umat manusia, dengan beragam suku, adat, dan bahasa. Maka wajar kalau cara Islam tampil di Indonesia beda dengan di Arab, Afrika, atau Eropa. > KH. Hasyim Asy‘ari: "Agama dan kebudayaan bisa saling memperkuat, selama budaya itu tidak bertentangan dengan prinsip Islam." --- Ilustrasi Ringan: Sarung, Peci, dan Kopiah Coba tanya ke orang luar negeri: "Pakaian Islami itu kayak apa?" Mungkin jawabannya jubah, gamis, atau keffiyeh. Tapi kalau di Indonesia? Sarung, peci, dan batik malah jadi simbol kesantrian! > Apakah sarung itu ajaran Islam? Bukan. Tapi tidak melanggar syariat, dan malah jadi identitas muslim Indonesia. ASWAJA melihat ini sebagai bagian dari proses Islamisasi budaya, bukan pembudayaan Islam secara dangkal. --- Tradisi yang Diterima dalam Islam ASWAJA menggunakan prinsip: > "Al-‘ādah muḥ...

BAB 7: MENGENAL SYIRIK, BID‘AH, DAN KHURAFAT MENURUT ASWAJA

Bingung Bedain Syirik, Bid‘ah, dan Khurafat? Pernah denger orang bilang begini? > "Tahlilan itu bid‘ah!" "Ziarah kubur syirik!" "Kalo sakit terus datang ke kiai, itu khurafat!" Padahal belum tentu benar. Banyak yang asal tuduh karena nggak ngerti ilmunya. --- Ilustrasi Ringan: Tukang Parkir vs Tukang Vonis Bayangin gini: > Ada tukang parkir di masjid yang baru ngaji sebulan. Tiap ada orang baca doa di makam wali, langsung dia bilang, “SYIRIK NIH!” Padahal… si tukang parkir tadi belum pernah baca kitab Tafsīr Jalālayn, apalagi al-Ibānah karya Imam al-Asy‘arī. Nah loh? Vonis syirik itu urusan besar! Nggak bisa asal tuduh! > Imam al-Ghazālī: "Mengafirkan atau menuduh orang lain syirik adalah tindakan berbahaya. Lebih baik salah tidak mengkafirkan, daripada salah menuduh." --- SYIRIK: Menyamakan Makhluk dengan Allah Syirik (الشِّرْك) artinya menyekutukan Allah, alias memberi kepada makhluk sesuatu yang hanya layak bagi Allah. Contohnya: Meny...