Langsung ke konten utama

Banser Sang Penolong: Pasukan Elit yang Terlupakan




Bayangkan ini: sebuah bencana terjadi—banjir merendam rumah warga, jalanan lumpuh, warga kebingungan. Lalu muncul sekelompok orang berseragam cokelat, dengan semangat tinggi dan tangan terbuka lebar membantu mengevakuasi, membagikan logistik, mengevakuasi lansia, bahkan ikut menyalatkan korban yang wafat. Bukan TNI, bukan juga relawan NGO asing. Mereka adalah Banser.

Namun ironisnya, meskipun aksi-aksi mereka sering viral di media sosial, di ranah formal keilmuan, Banser masih belum mendapatkan tempat yang layak. Seolah-olah, pasukan ini hanya eksis saat butuh, lalu dilupakan begitu saja setelah keadaan kembali tenang.

Siapa Sebenarnya Banser?

Banser, atau Barisan Ansor Serbaguna, adalah badan semi-militer dari Gerakan Pemuda Ansor, sebuah organisasi kepemudaan di bawah naungan Nahdlatul Ulama. Sejak berdirinya di tahun 1934-an, Banser telah bertransformasi dari sekadar pengawal ulama dan kegiatan keagamaan menjadi pasukan multitalenta: mulai dari pengamanan acara keagamaan, pengawal NKRI, hingga pasukan tanggap bencana.

Kalau boleh jujur, Banser ini semacam “Swiss Army Knife” dalam kancah sosial-keagamaan di Indonesia. Satu badan, banyak fungsi. Tapi karena mereka bukan bagian dari struktur negara formal seperti militer atau kepolisian, eksistensinya kerap dianggap sebagai "penggembira" belaka.

Mengapa Mereka Layak Disebut Pasukan Elit?

Istilah "pasukan elit" mungkin terlalu mewah bagi sebagian orang, tapi mari kita tinjau secara objektif. Menurut kriteria umum dalam ilmu organisasi dan manajemen krisis, sebuah kelompok bisa disebut "elit" jika:
  1. Respons cepat terhadap kondisi darurat
  2. Kemampuan multitugas: rescue, logistik, pengamanan, hingga pengawalan jenazah
  3. Kedisiplinan, keberanian, dan militansi tanpa pamrih
  4. Jaringan luas dan kemampuan beradaptasi dalam situasi ekstrem
Mari cek satu per satu—dan, Banser mencentang semuanya.

Belum lagi fakta bahwa mayoritas dari mereka adalah relawan murni. Tidak dibayar, bahkan sering mengeluarkan dana pribadi untuk bensin, konsumsi, hingga biaya operasional lainnya. Kalau ini bukan definisi dedikasi, lalu apa?

Mengapa Terlupakan?

Di sinilah drama dimulai. Meskipun kontribusinya nyata dan terdokumentasi luas, Banser seringkali hanya dianggap sebatas "pelengkap" atau "penggembira" dalam narasi besar kebangsaan. Di level akademik, nama Banser hampir tidak pernah muncul dalam diskursus tentang manajemen krisis, relawan bencana, atau studi tentang keamanan sipil.

Padahal, kalau kita serius menelaah, Banser memiliki sistem pelatihan yang cukup rapi, mulai dari Diklatsar (pendidikan dan latihan dasar), hingga pelatihan khusus seperti SAR dan bela negara. Bahkan beberapa alumninya kini aktif dalam instansi pemerintahan, TNI, dan kepolisian.

Namun, karena asosiasi politik dan keagamaannya, tak jarang Banser justru dipolitisasi dan distigmatisasi. Mereka dituduh intoleran, padahal faktanya merekalah yang justru sering menjadi pelindung gereja saat Natal, atau membantu komunitas minoritas saat krisis sosial meletus.

Banser dan Politik Identitas

Kita tidak bisa menutup mata bahwa Banser juga menjadi bagian dari tarik-menarik identitas di Indonesia. Dalam ilmu sosiologi politik, kelompok seperti Banser disebut sebagai civil society militia—yaitu kelompok berbasis komunitas yang memiliki dimensi ideologis namun bertindak dalam ranah sosial.

Namun di sinilah perbedaannya: Banser tidak membawa senjata, tidak mengangkat bendera partai, dan tidak menebar ancaman. Mereka membawa salawat, semangat kebangsaan, dan semprotan air.

Dalam konteks demokrasi Indonesia yang kadang panas-dingin, Banser berperan sebagai penyejuk, bukan pemantik konflik. Tapi ya itu tadi—saking kalemnya, mereka sering tak dianggap. Padahal mereka bukan hanya pelengkap upacara, tapi pilar penting dari stabilitas sosial akar rumput.

Sudah Saatnya Diakui

Sudah waktunya dunia akademik dan pemerintah memberikan perhatian lebih kepada Banser. Kajian tentang organisasi ini bisa memperkaya studi-studi tentang:
  • Manajemen relawan berbasis komunitas
  • Resiliensi sosial
  • Model kepemimpinan lokal
  • Strategi keamanan berbasis nilai-nilai agama dan kebudayaan
Tak hanya itu, Banser juga bisa menjadi model pemberdayaan pemuda yang efektif. Dalam dunia yang serba instan dan sibuk dengan citra, Banser hadir dengan kerja nyata—senyap tapi berdampak.

Jangan Hanya Dipanggil Saat Genting

Dalam dunia kepahlawanan, ada istilah “unsung heroes”—pahlawan tanpa tanda jasa. Banser bisa dibilang salah satu contoh paling aktual dari istilah itu. Mereka bukan superhero dengan jubah, tapi orang biasa dengan rompi cokelat dan semangat luar biasa.

Saat Indonesia butuh, mereka datang. Tapi saat semuanya aman, mereka nyaris dilupakan.

Maka, sudah sepatutnya kita bertanya:
Apakah kita hanya akan mengingat Banser saat krisis datang?
Atau sudah saatnya kita mengangkatnya sebagai bagian dari kekuatan sosial bangsa yang layak dihormati—dan diteliti?

Jawabannya ada pada kita. Tapi satu hal yang pasti:
Banser bukan pasukan cadangan. Mereka pasukan inti—yang terlalu lama berdiri di belakang layar.

Oleh: Solikhan, S.Sos
(Kader Ansor PC GP Ansor Kebumen)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PMII di Tengah Gelombang Zaman

Oleh: Solikhan, S.Sos Pendahuluan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan berbasis nilai keislaman dan kebangsaan yang telah eksis sejak tahun 1960. Di tengah dinamika zaman yang terus bergulir dengan cepat, mulai dari era revolusi digital, pergeseran nilai sosial, hingga tantangan kebangsaan dan keagamaan, PMII dituntut untuk mampu memosisikan diri secara strategis. Organisasi ini tidak bisa berjalan dengan model lama di era baru. Maka, esai ini akan mengulas posisi, peran, evaluasi, tantangan, serta langkah yang harus ditempuh PMII agar tetap relevan dan progresif di tengah gelombang zaman. 1. Posisioning PMII PMII menempati posisi strategis sebagai jembatan antara idealisme mahasiswa, nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah, dan semangat kebangsaan. Menurut Tilaar (2002), mahasiswa memiliki peran sebagai moral force dan agent of social change, yang dalam konteks PMII harus dibingkai dengan nilai keislaman yang rahmatan lil ‘alamin d...

GP ANSOR Makalah PKL Ansor di Purworejo 2019

KATA PENGANTAR Assalamualaikum… Wr. Wb Allahhu akbar, Maha Besar Allah yang telah banyak memberikan kemudahan dan ilmu kepada penulis , dan tiada pernah berhenti melimpahkan kasih sayang, rezeki, nikmat, rahmat dan karunia yang sulit dikira tapi dapat dirasa, sepatutnya penulis dan kita semua mensyukurinya dengan mengisi kehidupan ini dengan karya yang bermanfaat bagi seisi jagat raya ini, khususnya kepada seluruh peserta dan panitia pelaksana PKL yang diselenggarakan oleh PC GP Ansor Kabupaten Purworejo pada tanggal 30 Agustus s/d 1 September 2019. Alhamdulillah pada kesempatan ini  penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Adapun didalam makalah ini terdapat pembahasan-pembahasan tentang strategi pengembangan kaderisasi pada Gerakan Pemuda Ansor. Saya menyadari bahwa Makalah ini masih ada kekurangan namun mudah-mudahan dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk mengetahui gambaran singkat tentang Karakteristik pengkaderan pada Gerakan Pemuda Ansor. ...

ASWAJA SEBAGAI MANHAJUL FIKR WAL HAROKAH

(Disusun oleh : Solikhan) Disampaikan pada PKD PMII Komisariat Nusantara UMNU Kebumen Kamis, 8 Agustus 2019 di Bumi Perkemahan Widoro Pokok bahasan Latar belakang sosio-politik dan sosio-kultur kemunculan Ahlussunnah wal Jama'ah dan proses pelembagaan madzhab Ahlussunnah wal Jama'ah sebagai doktrin Sanad ke-Islaman dalam ajaran yang benar, yang dijalankan oleh Rosulullah SAW dan para sahabat, Tabiin, Tabiit-tabiin, Ulama, dst PMII sebagai organisasi pewaris Sanad Ajaran Islam yang benar, didirikan oleh ulama dan mendapatkan mandat untuk memperjuangkan Islam Aswaja di Kampus Ahlussunnah wal Jama'ah sebagai Manhajul Fikr (Metode berfikir) dan sebagai Manhajul Harokah (Metode bergerak) Memahami kerangka berfikir Ahlussunnah wal Jama'ah yang dinukil dari perjalanan para Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah Memahami dan mengimplementasikan metode berfikir Ahlussunnah wal Jama'ah dalam berdakwah dan menyikapi persoalan Geo-Ekosospol عن عبد ال...