GENEOLOGI POLITIK ASWAJA
Oleh: Solikhan
Ahlussunnah Wal Jama’ah ialah golongan yang disabdakan rasul layak masuk surga dari 72 golongan yang sesat. Namun dari sabda Nabi tersebut menyebabkan Aswaja menjadi perebutan umat Islam saat ini. Semua mengklaim dirinya Aswaja, namun banyak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip aswaja. Mungkin saja mereka mengklaim dirinya aswaja untuk cari aman agar mendapatkan surganya Allah. Namun apakah ketika kita mengklaim bahwa kita itu aswaja yang sebenarnya lantas Allah memasukkan kita ke-surganya?, wallahu a’lamu bisshawab.
Penulis berpendapat bahwa aswaja adalah representasi dari nilai-nilai ke-Islaman yang sesungguhnya “Islam rahmatan lil ‘alamin”. Untuk sedikit memahami apa itu Aswaja kita ulas kembali pengertian Aswaja. Aswaja terdiri dari tiga suku kata bahasa arab yaitu, Ahlun artinya keluarga, As-sunnah artinya segala perkataan,perbuatan,dan ketetapan Nabi, sedangkan Aljama’ah artinya kelompok orang yang mempunyai tujuan bersama. Sedangkan menurut istilah Aswaja adalah golongan orang yang konsisten menjalankan sunnah rasul dan mentauladani para sahabat serta mengikuti para ulama-ulama dalam bidang Aqidah,syari’ah,dan akhlak.
Kemunculan aswaja dipopulerkan oleh ulama yang biasa disebut imam Aswaja yaitu Imam Abu Hasan Al-asy’ari dan Imam Abu Mansyur Al-maturidi. Sumber penalaran mereka adalah akal dengan tetap meletakkan dalil sam’iyah pada porsinya.
Kemunculan aswaja juga tidak terlepas dari gejolak perpolitikan pada masa sahabat Utsman bin Affan. Pada masa itu sahabat Utsman dibunuh oleh seorang yang bernama Abdur Rahman bin Muljam karena diduga utsman melakukan tindakan Nepotisme. Oleh karena kebanyakan pejabat pemerintahan adalah kerabat utsman. Namun ada yang berpendaapat bahwa mereka diangkat karena mereka layak menjadi pejabat pemerintahan juga mempunyai skill dibidangnya.
Wafatnya sahabat Utsman yang dibunuh menjadikan keluarganya tidak terima,salah satunya adalah Mu’awiyyah bin Abi Sufyan. Mu’awiyah adalah gubernur Syria juga salah satu keluarga dari Utsman. Ia ingin menuntut atas kematian Utsman kepada Ali bin Abi Thalib karena pembunuhnya adalah keluarga Ali.
Niat awal Mu’awiyyah adalah menuntut atas kematian Utsman kepada Ali. Namun, dibelakang Mu’awiyah ada Amru bin Ash yang ingin menjadi gubernur Damaskus menggantikan Mu’awiyyah. Lalu Amru bin Ash mendukung Mu’awiyah agar merebut kekhalifahan. Argumennya bahwa Mu’awiyah adalah orang yang pantas menggantikan utsman, dan Ali tidak layak karena terlibat dalam peristiwa terbunuhnya Utsman. Dalam gejolak itu Aisyah r.a juga ikut menyerang ali dengan alasan menuntut darah atas kematian khalifah Utsman dan terjadilah perang Jamal.
Oleh: Solikhan
Ahlussunnah Wal Jama’ah ialah golongan yang disabdakan rasul layak masuk surga dari 72 golongan yang sesat. Namun dari sabda Nabi tersebut menyebabkan Aswaja menjadi perebutan umat Islam saat ini. Semua mengklaim dirinya Aswaja, namun banyak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip aswaja. Mungkin saja mereka mengklaim dirinya aswaja untuk cari aman agar mendapatkan surganya Allah. Namun apakah ketika kita mengklaim bahwa kita itu aswaja yang sebenarnya lantas Allah memasukkan kita ke-surganya?, wallahu a’lamu bisshawab.
Penulis berpendapat bahwa aswaja adalah representasi dari nilai-nilai ke-Islaman yang sesungguhnya “Islam rahmatan lil ‘alamin”. Untuk sedikit memahami apa itu Aswaja kita ulas kembali pengertian Aswaja. Aswaja terdiri dari tiga suku kata bahasa arab yaitu, Ahlun artinya keluarga, As-sunnah artinya segala perkataan,perbuatan,dan ketetapan Nabi, sedangkan Aljama’ah artinya kelompok orang yang mempunyai tujuan bersama. Sedangkan menurut istilah Aswaja adalah golongan orang yang konsisten menjalankan sunnah rasul dan mentauladani para sahabat serta mengikuti para ulama-ulama dalam bidang Aqidah,syari’ah,dan akhlak.
Kemunculan aswaja dipopulerkan oleh ulama yang biasa disebut imam Aswaja yaitu Imam Abu Hasan Al-asy’ari dan Imam Abu Mansyur Al-maturidi. Sumber penalaran mereka adalah akal dengan tetap meletakkan dalil sam’iyah pada porsinya.
Kemunculan aswaja juga tidak terlepas dari gejolak perpolitikan pada masa sahabat Utsman bin Affan. Pada masa itu sahabat Utsman dibunuh oleh seorang yang bernama Abdur Rahman bin Muljam karena diduga utsman melakukan tindakan Nepotisme. Oleh karena kebanyakan pejabat pemerintahan adalah kerabat utsman. Namun ada yang berpendaapat bahwa mereka diangkat karena mereka layak menjadi pejabat pemerintahan juga mempunyai skill dibidangnya.
Wafatnya sahabat Utsman yang dibunuh menjadikan keluarganya tidak terima,salah satunya adalah Mu’awiyyah bin Abi Sufyan. Mu’awiyah adalah gubernur Syria juga salah satu keluarga dari Utsman. Ia ingin menuntut atas kematian Utsman kepada Ali bin Abi Thalib karena pembunuhnya adalah keluarga Ali.
Niat awal Mu’awiyyah adalah menuntut atas kematian Utsman kepada Ali. Namun, dibelakang Mu’awiyah ada Amru bin Ash yang ingin menjadi gubernur Damaskus menggantikan Mu’awiyyah. Lalu Amru bin Ash mendukung Mu’awiyah agar merebut kekhalifahan. Argumennya bahwa Mu’awiyah adalah orang yang pantas menggantikan utsman, dan Ali tidak layak karena terlibat dalam peristiwa terbunuhnya Utsman. Dalam gejolak itu Aisyah r.a juga ikut menyerang ali dengan alasan menuntut darah atas kematian khalifah Utsman dan terjadilah perang Jamal.
Dalam perang Jamal Ali berhasil memenangkan peperangan itu,dan Aisyah r.a dikembalikan ke-Makkah. Ada pendapat bahwa Aisyah menuntut balas atas sakit hatinya kepada Ali karena,dalam suatu peperangan bersama rasulullah Aisyah datang terlambat dan Ali menuduh bahwa Aisyah telah berzina.
Setelah perang Jamal usai,Mu’awiyah dan Amru bin Ash juga menyerang Ali yang akhirnya disebut dengan perang Shiffin di bukit shiffin yaitu perang antara pasukan Ali dan pasukan Mu’awiyyah. Dalam peperangan itu sebenarnya pasukan Mu’awiyah sudah mulai terdesak namun karena Amru bin Ash adalah seorang politisi yang ulung akhirnya Amru mengangkat Al-Qur’an dan diletakannya diujung tombak sebagai bentuk perdamaian. Namun itu hanyalah kelicikan Amru semata,karena sudah posisi terdesak.
Awalnya Ali tidak menerima perdamaian itu karena ia tahu bahwa itu hanya akal-akalan Amru saja. Namun sebagian pasukan Ali mendesak agar menerima perdamaian itu,dan mengancam jika peperangan tetap diteruskan maka pasukannya akan meninggalkanya. Karena desakan itu akhirnya Ali menerima perdamaian dan dilaksanakannya Tahkim (Arbitrase) atau diplomasi antara kedua belah pihak.
Kubu Ali mendelegasikan Abu Musa Al-asy’ari seorang ulama yang juga menjabat sebagai ketua majelis Syuro, dan dari kubu Mu’awiyah mendelegasikan Amru bin Ash seorang politisi ulung yang cerdik dan licik. Sebetulnya Ali kurang sepakat Abu Musa Al-asy’ari sebagai perwakilan karena beliau bukanlah orang yang pandai dalam berdiplomasi,sedangkan Amru adalah seorang politisi ulung yang cerdik dan licik. Setelah keduanya selesai berdiplomasi keduanya mengumumkan kepada kubu masing-masing,dengan kesepakatan bahwa jabatan ke-Khalifahan diletakkan artinya tidak ada yang menjadi khalifah baik Ali maupun Mu’awiyah. Namun, yang disampaikan Amru tidak sesuai dengan yang sudah disepakati. Amru menyampaikan bahwa Mu’awiyah yang menjadi pengganti khalifah Utsman.
Dari kejadian tersebut ada sebagian ulama yang memilih tidak ikut terlibat dalam gejolak perpolitikan yang ada. Mereka lebih memilih untuk mengkaji berbagai ilmu pengetahuan dan menghafal hadits dengan tujuan agar generasi selanjutnya islam bisa diterima dengan mudah. Kelompok inilah yang disebut Murji’ah sebagai bibit munculnya Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Sekian dari saya apabila ada kesalahan murni dari kebodohan saya,apabila ada kebenaran murni dari Allah. Semoga apa yang saya tulis bermanfaat bagi orang lain,dan bagi saya khususnya.
Setelah perang Jamal usai,Mu’awiyah dan Amru bin Ash juga menyerang Ali yang akhirnya disebut dengan perang Shiffin di bukit shiffin yaitu perang antara pasukan Ali dan pasukan Mu’awiyyah. Dalam peperangan itu sebenarnya pasukan Mu’awiyah sudah mulai terdesak namun karena Amru bin Ash adalah seorang politisi yang ulung akhirnya Amru mengangkat Al-Qur’an dan diletakannya diujung tombak sebagai bentuk perdamaian. Namun itu hanyalah kelicikan Amru semata,karena sudah posisi terdesak.
Awalnya Ali tidak menerima perdamaian itu karena ia tahu bahwa itu hanya akal-akalan Amru saja. Namun sebagian pasukan Ali mendesak agar menerima perdamaian itu,dan mengancam jika peperangan tetap diteruskan maka pasukannya akan meninggalkanya. Karena desakan itu akhirnya Ali menerima perdamaian dan dilaksanakannya Tahkim (Arbitrase) atau diplomasi antara kedua belah pihak.
Kubu Ali mendelegasikan Abu Musa Al-asy’ari seorang ulama yang juga menjabat sebagai ketua majelis Syuro, dan dari kubu Mu’awiyah mendelegasikan Amru bin Ash seorang politisi ulung yang cerdik dan licik. Sebetulnya Ali kurang sepakat Abu Musa Al-asy’ari sebagai perwakilan karena beliau bukanlah orang yang pandai dalam berdiplomasi,sedangkan Amru adalah seorang politisi ulung yang cerdik dan licik. Setelah keduanya selesai berdiplomasi keduanya mengumumkan kepada kubu masing-masing,dengan kesepakatan bahwa jabatan ke-Khalifahan diletakkan artinya tidak ada yang menjadi khalifah baik Ali maupun Mu’awiyah. Namun, yang disampaikan Amru tidak sesuai dengan yang sudah disepakati. Amru menyampaikan bahwa Mu’awiyah yang menjadi pengganti khalifah Utsman.
Dari kejadian tersebut ada sebagian ulama yang memilih tidak ikut terlibat dalam gejolak perpolitikan yang ada. Mereka lebih memilih untuk mengkaji berbagai ilmu pengetahuan dan menghafal hadits dengan tujuan agar generasi selanjutnya islam bisa diterima dengan mudah. Kelompok inilah yang disebut Murji’ah sebagai bibit munculnya Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Sekian dari saya apabila ada kesalahan murni dari kebodohan saya,apabila ada kebenaran murni dari Allah. Semoga apa yang saya tulis bermanfaat bagi orang lain,dan bagi saya khususnya.
Wallahul muwafiq ila aqhwamit thariq
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Komentar
Posting Komentar